Choirudin

Ramdhan ala SDLB

[ Senin, 15 September 2008 ]
Melihat Kegiatan Pondok Ramadhan di SDLB Karangrejo, Wungu
Hafalkan Surat-Surat Pendek hingga Belajar Gerakan Salat

Lebih Banyak Bernyanyi Lagu Nuansa Islam

Keterbatasan fisik maupun mental tidak membuat anak-anak tak berkesempatan mendalami ilmu agama. Seperti terlihat dalam kegiatan Pondok Ramadhan di SDLB Karangrejo, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun. Bagaimana suasananya?

DIDIK PURWANTO, Madiun

---------------------------------------------------


LANTUNAN ayat suci Al Quran terdengar syahdu, seakan menyejukkan setiap orang yang melintas di depan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Karangrejo. Hari itu, nuansa religius cukup kental di sekolah itu. Beberapa bocah laki-laki mengenakan baju koko dan kopiah beraneka ragam. Sedangkan siswa putri memakai baju lengan panjang dengan kerudung di kepala.

Di salah satu ruangan, mereka menjalani kegiatan Pondok Ramadhan. Meski terkesan sumpek, tapi para siswa itu cukup antusias. ''Sudah tiga hari ini anak-anak menjalani Pondok Ramadhan. Ya seperti ini suasananya,'' kata Mulyadi, kepala sekolah.

Sejumlah aktivitas bernuansa religius diajarkan dalam kegiatan ini. Di antaranya menghafalkan surat-surat pendek dan belajar gerakan salat. Tak ketinggalan mempelajari lagu-lagu bernuansa Islam. ''Kalau bernyanyi anak-anak akan lebih antusias. Untuk itu, para pengajar selalu menyelingginya dengan lagu Islami,'' tuturnya sembari menunjukkan buku panduan bernyanyi kepada para siswanya.

Meski terkesan sederhana, para siswa cukup enjoy dengan kegiatan keagamaan itu. Rony Ahmad Yanuri, penyandang tuna grahita, misalnya, tampak serius menyimak yang diajarkan guru kepadanya. ''Temannya banyak,'' kata Rony.

Lain dengan Suyanto, penyandang tuna wicara. Ia hanya diam dan selalu memperhatikan setiap teman-temannya bermain di sekelilingnya. Bila ingin berkomunikasi dengannya harus siap-siap menyediakan bolpoin dan secarik kertas. Ia akan menulis apa yang ditanyakan seseorang kepadanya. Bocah ini cukup lihai menulis kata demi kata. Meski kadang harus mengulangi berkali-kali.

Selama mengikuti kegiatan Ramadhan ia juga mengajari teman-teman menulis. Sebab dari 54 siswa yang berada di sekolahnya, Suyanto bisa dikatakan paling mengusai perihal menulis.

Sayang, jika teman-temannya kelak merayakan lebaran dengan keluarga, Suyanto harus menghabiskan waktunya di asrama. Sebab, ia merupakan anak buangan yang ditinggalkan di salah satu masjid. ''Pengajar di sini sepakat untuk mengasuh, kasihan dari pada nanti terlantar,'' kata Umi Hanien, guru agama.

Butuh kesabaran dan ketelatenan dalam mengasuh anak-anak yang memiliki keterbatasan. Apalagi, mereka memiliki berbagai latar belakang. ''Berbagai jenis cacat fisik maupun mental. Jadi harus bisa membedakan antara satu dengan yang lainnya,'' ujar wanita yang sudah 18 tahun mengajar itu.

Selama tiga hari kegiatan Pondok Ramadhan para siswa banyak dikenalkan dengan ilmu keagamaan. Baik sekadar dongeng bernuansa Islam, maupun diajak mengerjakan salat duha bersama. ''Ini kan kegiatan pondok, jadi unsur Islam harus kami kedepankan,'' katanya. *****(isd)

0 komentar: