Choirudin

Pemimpin Jawa

Judul : Kepemimpinan Jawa

Pengarang : Wawan Susetya
Kota Terbit : Yogyakarta
Penerbit : Narasi
Tahun : 2007
Tebal : 147 halaman

Belajar Dari Pemimpin Jawa

Di tengah kondisi bangsa yang carut mawut, acapkali kemampuan seorang pemimpin kembali dipertanyakan. Pemimpin yang dulunya disanjung, tak jarang berubah dihujat karena kebijakan yang tidak menguntungkan rakyat.

Salah satu tokoh Nasional telah mengajarakan konsep kepemimpinan yang sangat luar biasa. Meskipun demikian, tidak semua orang khususnya pemimpin bangsa mampu menerapkannya. Konsep tersebut adalah ‘Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani’.
Pertama, ‘Ing Ngarsa Sung Tuladha’. Secara normatif, seorang pemimpin diharapkan mampu menjadi teladan (contoh yang baik) bagi anak buah atau pengikutnya. Jika penguasa atau elit politik ramai-ramai melakukan KKN, jangan salahkan rakyat jika mereka pun menebangi hutan atau melakukan penjarahan aset negara lainnya.
Kedua, ‘Ing Madya Mangun Karsa’. Pengertian ‘madya’ di sini identik dengan pejabat di level menengah yang diharapkan mampu menuangkan gagasan dan ide-ide baru untuk mendukung program yang sudah ditetapkan, yakni untuk kemaslahatan rakyat.
Ketiga, ‘Tutwuri Handayani’. Ini merupakan harapan dari sikap rakyat secara keseluruhan. Rakyat itu bisa bermakna bawahan sekaligus ‘atasan’ pejabat. Dalam konteks ini yang dimaksud adalah rakyat sebagai bawahan yang diharapkan mampu tunduk patuh dalam mendukung dan melaksanakan kebijaksanaan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.
Ketiga konsep di atas adalah konsep kepemimpinan yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara. Konsep tersebut secara lebih jelas di tuangkan oleh Wawan Susetya dalam bukunya yang berjudul kepemimpinan Jawa. Buku ini mencoba menawarkan konsep kepemimpinan Jawa sebagai salah satu ‘kitab’ rujukan calon pemimpin.
Selain itu, buku ini jga mencoba memberikan ‘tuntunan ilmu’ yang membedah rahasia sukses ‘ratu wicaksana kang berbudi bawa leksana’ (raja bijak yang berhati mulia) seperti Prabu Rama Wijawya dan Bathara Kresna. Kedua raja tersebut mengamalkan ‘Ilmu Hastha Bratha’, yakni ilmu tentang ‘laku’-nya 8 (delapan) perwatakan alam; bumi, air, angin, samudera, rembulan, matahari, api, dan bintang yang dimiliki oleh raja besar yang adil, berwibawa, arif dan bijaksana.
Buku ini memang sangat bernuansa Jawa. Hal itu sudah terlihat dari judul dan halaman depan yang bergambar kursi raja Jawa. Walalupun demikian, buku ini ternyata mampu mengubah nuansa ‘kejawen’ dengan nuansa Nasional. Hal itu terlihat dari kemampuan Wawan Susetya menarik setiap konsep yang ada kepada fenomena yang terjadi. Sehingga, buku ini mampu menawarkan solusi kongkrit untuk mengatasi masalah kepemimpinan bangsa. Hal itulah yang menjadi salah satu keunggulan buku tersebut.
Selain itu, nuansa ‘kejawen’ yang identik dengan mistis, berhasil disandingkan dengan nuansa keIslaman. Hal itu terlihat ketika Wawan Susetya menjelaskan tentang ‘Ilmu Hastha Bratha’. Ia menjelaskan bahwa api identik dengan nafsu amarah, bumi identik dengan nafsu lawwamah, air identik dengan nafsu supiyah (mulhimah), angin identik dengan nafsu muthmainnah. Dengan demikian ia berhasil mengurangi wacana yang muncul bahwa ilmu Jawa identik dengan mistis.
Buku ini patut dijadikan rujukan bagi siapa saja yang senang mendalami dunia kepemipinan atau ingin menjadi pemimpin yang Istiqomah dan senantiasa berakhir khusnul khotimah.

CHOIRUDIN (06210021)
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta


1 komentar:

  smith

12 September 2021 pukul 13.25

Betting On Sports Activities
in casinos, on staff flights and 카지노사이트 on the golf course